Temuan Ilmiah Modern: Amal Baik Membahagiakan
Temuan Ilmiah Modern: Amal Baik Membahagiakan
Mimpi Amerika terbukti membawa sengsara. Kini sebagian warga Amerika ogah bermimpi ala Amerika
Gema Indonesia Raya - Para ilmuwan dari Universitas Rochester, Amerika Serikat, telah
meneliti 147 orang alumni dari dua perguruan tinggi. Para mantan
mahasiswa itu dinilai segi kepuasan hidup mereka, harga diri, perasaan
khawatir, tanda-tanda adanya perasaan terkekan (stres) pada raga, serta
pengalaman kejiwaan yang baik dan buruk. Penelitian dilakukan dua kali,
yakni tahun pertama dan kedua setelah kelulusan.
Penelitian yang dilakukan Christopher Niemic, Richard Ryan, dan
Edward Deci ini mengelompokan pertanyaan menjadi dua bagian. Pertama,
yang berhubungan dengan persahabatan yang erat dan langgeng, serta sikap
menolong memperbaiki hidup orang lain.
Bagian ini disebut aspirasi
intrinsik, atau cita-cita yang bersumber dari dalam diri. Pengelompokan
kedua berkaitan dengan keinginan menjadi seorang yang kaya dan
mendapatkan pujian. Bagian terakhir ini digolongkan ke dalam aspirasi
ekstrinsik, yakni cita-cita yang bersumber dari luar.
Para peserta
diminta menilai kedua jenis cita-cita tersebut. Mereka juga melaporkan
sejauh mana mereka telah meraih tujuan itu.
Apa kata peneliti?
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cita-cita intrinsik lebih membuat
orang bahagia daripada ekstrinsik. Dengan mencapai tujuan intrinsik,
mereka telah memenuhi kebutuhan dasar kejiwaan. “Cita-cita intrinsik
kelihatan lebih dekat hubungannya dengan diri seseorang, lebih pada apa
yang ada dalam diri, daripada apa yang ada di luar diri”, jelas
Christopher Niezmic.
Berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan kekayaan dan sanjungan di
satu sisi tak banyak membawa kebahagiaan. Sikap tersebut membuat diri
merasa selalu kekurangan. Meski dipandang sebagai prestasi, pencapaian
tujuan ekstrinsik seperti harta, pujian, dan ketenaran belum cukup
memuaskan hati. Bahkan, usaha menggapai ‘kenikmatan duniawi’ ini dapat
menimbulkan rasa malu, marah, gelisah, sampai gangguan raga seperti
sakit kepala, sakit perut, dan kehilangan tenaga.
“Meskipun kebudayaan kita menaruh penekanan kuat pada pencapaian
kekayaan dan ketenaran, mengejar tujuan-tujuan ini tidaklah
bersumbangsih pada diraihnya kepuasan hidup. Hal-hal yang dapat membuat
hidup Anda bahagia adalah berkembangnya pribadi, memiliki hubungan kasih
sayang, serta memberi manfaat bagi masyarakat Anda”, saran Prof. Edward
Deci.
Ogah mimpi Amerika
Peneliti AS ini membuktikan bahwa terwujudnya “American Dream” (Mimpi
Amerika) seperti kekayaan, ketenaran, dan pujian bukanlah kunci
kebahagiaan. Sejumlah mahasiswa yang diwawancarai Sciencentral mengenai hal ini pun sepakat (lihat video)
Sebagai contoh, Chelsea McGuire, penerima beasiswa Fulbright. Calon
dokter ini akan menghabiskan setahun di Republik Dominika untuk membantu
menanggulangi penyebaran penyakit HIV, sebelum ia masuk Sekolah
Kedokteran. Ia ingin menjadikan pelayanan kesehatan, yang ia pandang
sebagai ‘kebutuhan pokok sebelum segala lainnya’, semakin besar
dirasakan manfaatnya dan terjangkau. “Itu bukan pekerjaan yang
memesonakan, terutama dalam hal berlimpahnya ketenaran dan harta. Namun
itulah yang saya pikir dapat membuat saya lebih bahagia daripada
selainnya”, katanya
Ashley Anderson, Presiden organisasi kampus Black Students’ Union
yang sekaligus penari handal berharap dapat menyediakan kesempatan
pendidikan bagi semua, tanpa menghiraukan ‘syarat khusus’ atau cap
lainnya. Dia berpikir dengan menjadi cerdas dan punya perencanaan ke
depan, keuangannya akan terjamin tanpa perlu menjadi materialistis.
“Saya orang beriman,” katanya. “Tidak ada jumlah uang yang mampu
menyamai apa yang Tuhan dapat berikan kepada saya dan apa yang dapat
saya berikan kepada orang lain”.
Senada dengan dua orang sebelumnya, seorang calon analis industri
pelayanan kesehatan, Asher Persigian, berkata, “tanpa orang-orang… untuk
berbagi hidup dengan Anda, saya sungguh melihat tak ada gunanya”.
Ketika mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan, ia mengambil tawaran
bekerja yang di dekat tempat asalnya dan dekat keluarganya bermukim.
Kunci bahagia
Demikianlah hasil penelitian terbaru tentang kekayaan, kemasyhuran,
dan sanjungan. Ternyata, cita-cita hidup semacam itu tidaklah cukup
membahagiakan.
Pencapaian tujuan hidup intrinsik berdampak baik bagi kesehatan jiwa.
Sedangkan pencapaian cita-cita ekstrinsik merupakan pertanda
terjangkiti penyakit kejiwaan atau adanya ketidakbahagiaan.
Cita-cita intrinsik yang berupa hubungan antar-manusia yang dilandasi cinta kasih dan kepedulian, serta dimilikinya keahlian dan keterampilan melalui perjuangan berat, memiliki manfaat yang terasa langgeng. Sebaliknya, cita-cita ekstrinsik berupa menumpuk harta dan pujian, dirasakan cepat memudar dan segera terlupakan.
Cita-cita intrinsik yang berupa hubungan antar-manusia yang dilandasi cinta kasih dan kepedulian, serta dimilikinya keahlian dan keterampilan melalui perjuangan berat, memiliki manfaat yang terasa langgeng. Sebaliknya, cita-cita ekstrinsik berupa menumpuk harta dan pujian, dirasakan cepat memudar dan segera terlupakan.
Terdapat sejumlah keuntungan lain bagi mereka yang memiliki tujuan
hidup intrinsik, yakni yang menaruh perhatian pada berkembangnya
pribadi, eratnya hubungan antar-manusia, keterlibatan dalam kegiatan
masyarakat, dan kesehatan raga. Mereka ini lebih merasakan adanya
kesejahteraan, prasangka baik terhadap diri mereka sendiri, pertalian
yang lebih erat dengan sesama, dan lebih sedikit memiliki tanda-tanda
stres pada tubuh mereka.
Utamakan amal baik
Hasil ini membuktikan betapa rapuh tujuan sebagian orang yang telah
dilalaikan dunia. Mereka berpacu menumpuk harta dan mengharap pujian.
Ada yang yang ikut kontes bintang agar cepat terkenal. Sebagian bermain
lotere, berjudi, bahkan ada yang ke dukun minta jimat penglaris barang
dagangan sehingga cepat menjadi jutawan. Seakan-akan, hanya itulah
tujuan hidup di bumi, yang ternyata terbukti secara ilmiah tidak membawa
kebahagiaan hidup.
Dunia dan isinya bukanlah sesuatu yang kekal. Manusia hendaknya lebih
mengutamakan amal baik. Karena, inilah yang telah terbukti secara
ilmiah dapat memberikan kebahagiaan dalam hidup, sebagaimana pula
diperintahkan Pencipta.
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang di terbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al Kahfi 18: 45-46).
Referensi:
1). Edward Deci, Christopher Niemic, Richard Ryan (2009). Achieving
Fame, Wealth, and Beauty are Psychological Dead Ends, Study Says.
Rochester.edu. May 14, 2009. (http://www.rochester.edu/news/show.php?id=3377, terkunjungi pada 20 Juni 2009)
2). Edward Deci, Christopher Niemic, Richard Ryan (2009). The
Path Taken: Consequences of Attaining Intrinsic and Extrinsic
Aspirations in Post-college Life. Journal of Research in Personality.
Vol 43 (3):291-306.
3). Joyce Gramza (2009). Money vs Happiness. ScienCentral.com, May 13, 2009. http://www.sciencentral.com/video/2009/05/13/money-vs-happiness, terkunjungi pada 28 Juni 2009)
Oleh: Syaefudin
Sumber : hidayatullah.com




No comments