Menguak Sejarah Ilmu Kentut, Flatologi (Bagian 2)
Menguak Sejarah Ilmu Kentut, Flatologi (Bagian 2)
Gema Indonesia Raya - Dr. Levitt mencari biang keladi penyebab ledakan berlebihan gas perut pasiennya. Usahanya tidak sia-sia.
Selanjutnya yang penting untuk dikaji ilmiah adalah apa yang menyebabkan perbedaan kentut pada setiap orang, baik dalam hal aroma, volume, dan tingkat keseringan? Ternyata Dr. Levitt menemukan bahwa ketidaksamaan ini kurang ditentukan oleh perbedaan kondisi tubuh manusia, namun lebih kepada apa yang masuk ke saluran pencernaan makanan mereka.
Penggolongan makanan
Dalam ilmu gizi dan ilmu makanan telah diketahui bahwa terdapat beragam jenis karbohidrat atau hidrat arang yang dikandung makanan. Namun menurut Dr. Levitt tidak semua karbohidrat ini mampu dicerna oleh organ pencernaan makanan pada manusia. Ada karbohidrat yang hanya tersusun atas satu atau dua molekul gula sederhana; dan ini mudah dicerna manusia. Tapi sebagian karbohidrat lain ada yang terdiri dari tiga atau empat molekul gula; dan sulit diuraikan oleh organ-organ pencernaan makanan pada manusia.
Ketika karbohidrat golongan ini tidak tercerna dan kemudian langsung memasuki usus besar, maka karbohidrat ini akan menjadi mangsa empuk bagi beragam mikroba yang menghuni usus besar. Mikroba inilah yang memanfaatkan kehadiran karbohidrat yang tak mampu dicerna tubuh ini, dan menguraikannya menjadi zat-zat lebih sederhana, termasuk gas.
Penelitian flatologi ini pun memunculkan pengelompokan makanan berdasarkan dampaknya terhadap buang angin. Kelompok pertama adalah bahan makanan yang mengandung zat hidrat arang rumit (sulit tercerna) dengan kadar paling rendah, sehingga berdampak pada produksi gas kentut paling sedikit pula. Termasuk dalam kelompok ini adalah daging, ikan, anggur, buah berry, keripik kentang, kacang-kacangan (bukan dari jenis legum), dan telur. Golongan makanan ini dikenal pula dengan istilah “normoflatugenic”, yakni pemicu gas kentut dalam jumlah normal.
Kelompok kedua adalah bahan-bahan makanan yang menghasilkan gas perut dalam jumlah lebih banyak dari kelompok pertama. Kue kering, kentang, jeruk, apel, dan roti termasuk dalam kelompok ini karena mengandung sejumlah karbohidrat berupa gula-gula rumit yang sulit tercerna pencernaan manusia, dan karenanya berpeluang memicu pembentukan hawa usus..
Golongan terakhir, yakni makanan dengan daya ledak gas perut tertinggi, tidak lain dan tidak bukan adalah gula-gula atau hidrat arang jenis rumit dan sulit dicerna dalam tubuh manusia. Di antara “bahan peledak” yang dapat dimakan ini adalah kacang-kacangan (dari jenis legum), wortel, anggur kering (kismis), pisang, bawang, susu maupun bahan-bahan makanan yang dihasilkan dari susu.
Golongan makanan terakhir inilah yang menjadi perhatian Dr. Levitt di saat mulai menangani pasien pengidap buang gas berlebihan itu. Biang keladi penghasil gas perut berlebihan itu dicari dengan cara mengubah-ubah jenis makanan yang dimakan sang pasien.
Uji coba “bahan peledak”
Selama 3 pekan pertama penanganan ini, sang dokter membatasi si pasien agar hanya memakan bahan makanan jenis “normoflatugenic”, yakni yang menyebabkan keluarnya gas perut dalam jumlah wajar atau paling rendah. Hasilnya pun segera terlihat: tingkat keseringan buang gas mengalami penurunan, dari 34 kali menjadi kurang dari 17 letupan gas per hari, dengan kata lain dalam batas kewajaran.
Pasca masa percobaan awal itu, Levitt dan pasiennya melakukan uji coba terhadap kecenderungan berkurangnya kebiasaan kentut berlebihan pada sang pasien. Kali ini sang pasien diminta menambahkan sekitar 1 liter susu dalam menu makanannya. Sebagaimana disebut sebelumnya, susu tergolong bahan makanan dengan daya ledak perut tertinggi.
Apa yang kemudian terjadi? Dalam 24 jam setelah susu itu ditelan, sang pasien memberondongkan letupan gas perutnya sebanyak 90 kali. Enam puluh di antaranya terjadi dalam kurun waktu 3 jam saja. Penyebab yang masuk, dan dampak yang dikeluarkannya itu sedemikian cepat dan langsung sehingga Dr. Levitt tahu bahwa ia telah menemukan biang keladi ledakan hawa usus yang melebihi ambang batas kewajaran itu.
Kambing hitam ditemukan
Kambing hitam pemicu kentut berlebihan itu pun akhirnya dikenali. Dr. Levitt menyimpulkan bahwa pasiennya itu tidak tahan terhadap laktosa, yakni gula atau zat hidrat arang yang dikandung susu. Ketidaktahanan si pasien terhadap laktosa (gula susu) ini dikarenakan sistem pencernaannya tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk mencerna gula susu itu.
Ketika sang pasien meminum susu, maka laktosa itu langsung masuk ke dalam usus besar yang di dalamnya terdapat bakteri-bakteri yang akan membantu mencerna gula susu itu untuknya. Pencernaan bakteri inilah yang menghasilkan gas.
Pada banyak pasien yang tidak tahan terhadap gula susu ini, konsumsi susu memicu pembentukan hawa perut. Pada pasien Dr. Levitt ini, tingkat ketidaktahanan terhadap susu sangatlah parah, demikian pula ledakan gas perut yang diakibatkannya.
Penanganan permasalahan sang pasien itu ternyata sederhana, tak lebih dari sekedar menjaga agar menu makanan yang dimakannya termasuk dalam golongan bahan makanan pemicu ledakan gas perut tingkat rendah. Kalaupun ia hendak mengonsumsi susu, maka harus disertai pula dengan mengonsumsi laktase dengan dosis tertentu. Laktase adalah enzim yang membantu menguraikan gula susu, laktosa.
Merambah berbagai bidang
Di tahun-tahun berikutnya, Levitt pun kehilangan kontak dengan sang pasien. Akan tetapi, meskipun teka-teki permasalahan pasiennya telah dipecahkan dan dapat diatasi, Dr. Levitt tidak begitu saja melupakan apa yang telah dirintisnya di bidang ledakan gas perut ini. Dalam beberapa puluh tahun berikutnya, Dr. Levitt giat meneliti dan menerbitkan tulisan ilmiah sehingga ilmu kentut semakin berkembang dan maju.
Kini, ilmu kentut tidak hanya dibahas oleh terbitan-terbitan ilmiah di bidang kedokteran, namun telah pula merambah berbagai bidang lain seperti ilmu kimia, makanan, pertanian, mikrobiologi, bioteknologi, kesehatan, lingkungan, farmasi dan industri. Tak hanya itu, berbagai teknologi dan produk industri yang berhubungan dengan kentut (flatulence) pun telah dipatenkan dan beredar di pasaran.
Ilmuwan mengaku belum menyingkap semua pengetahuan seputar gas usus. Ilmu kentut memang mahaluas.
Berawal sebagai sebuah persoalan pribadi seorang pasien, gas perut kemudian berkembang menjadi sebuah tantangan. Tantangan ini lantas memicu munculnya beragam gagasan dan karya baru di bidang teknologi untuk kemaslahatan masyarakat luas yang memerlukannya.
Mikroba peredam gas perut
Di antara tantangan yang dihadapi Dr. Levitt dan rekan-rekannya adalah membuat sebuah karya, teknologi atau sarana yang mampu menekan produksi gas usus secara berlebihan tanpa membatasi pola makan pasien. Sebab, sebagaimana dipaparkan di bagian atas tulisan ini, jenis bahan makanan yang dimakanlah yang menentukan jumlah dan mutu gas buangan usus manusia.
Di antara gagasan baru yang dimunculkan adalah dengan bantuan mikrooganisme tertentu. Menurut Dr. Levitt, bakteri bernama Methanobacterium smithii mungkin bisa memberi jalan keluar. Bakteri ini tidak menghasilkan beragam jenis gas yang membentuk gas kentut, namun hanya satu jenis gas saja, yakni metana. Metana (CH4) hanya terdiri dari dari empat atom hidrogen (H) dan satu atom karbon (C).
Ketika membentuk gas metana, bakteri M. smithii ini memperkecil volume gas di sekitarnya dengan menggabungkan empat molekul gas hidrogen (4 x H2) dan satu karbon dioksida (1 x CO2) untuk dijadikan satu molekul metana (1 x CH4) dan dua molekul air (2 x H2O) sebagaimana persamaan reaksi kimia berikut:
4H2 + CO2 ===> CH4 + 2H2O
Dua molekul air yang dihasilkan diserap oleh usus besar, sehingga peristiwa kimiawi ini menurunkan tekanan gas di dalam perut.
Gagasan itu memang tampak sederhana. Namun permasalahannya adalah M. smithii termasuk salah satu mikroba yang sangat jarang dijumpai di dalam usus besar. M. smithii kalah jauh jumlahnya dengan bakteri penghuni usus besar lain yang lebih terkenal, yakni Eschericia coli serta bakteri jenis lain penghasil gas beraroma tidak ramah. Terlebih lagi, tampaknya tidak ada jalan untuk dapat meningkatkan populasi mikroba M. Smithii yang dikehendaki itu di dalam usus besar.
Namun Dr. Levitt tidaklah patah arang, dan masih menaruh harapan baik. Pasalnya, seluruh bakteri yang menghuni usus manusia telah dikenali. Menurut Dr. Levitt, pengetahuan ini bakal memungkinkan manusia untuk memanipulasinya.
Detektor kentut lewat mulut
Di sisi lain Dr. Levitt menuai keberhasilan dalam teknologi deteksi kentut yang dikembangkannya. Ia telah mengembangkan sebuah Breathalyzer sederhana. Yakni alat yang dapat mengukur zat-zat kimiawi yang terkandung di dalam udara yang dihembuskan keluar ketika orang bernapas. Perangkat ini memungkinkan dilakukannya pengujian tentang kemunculan gas kentut pada seorang pasien.
Karya Dr. Levitt ini terdengar agak kurang masuk akal bagi kebanyakan mereka yang bukan ahli di bidang kedokteran penyakit saluran pencernaan makanan. Namun Dr. Levitt tetap berpendirian bahwa karya kembangannya ini dapat bekerja. Ia beralasan bahwa apa yang keluar melalui salah satu ujung lubang saluran pencernaan seringkali menyingkapkan banyak hal tentang apa yang terjadi di ujung lubang yang satunya lagi.
Menurut Dr. Levitt, peristiwa buang angin memiliki ciri berupa dihasilkannya beragam rupa gas dalam jumlah berlebihan, termasuk gas hidrogen (H2). Tidak semua gas yang dihasilkan di usus itu disemburkan melalui anus. Sebagian dari gas-gas itu diserap ke dalam darah dan dilepaskan melalui paru-paru. Jika kadar hidrogen yang berlebihan di dalam napas yang dihembuskan seorang pasien dapat diukur, maka akan dapat pula dikenali gejala gangguan kentut berlebihan yang diderita pasien itu.
Masih belum terungkap
Banyak pengetahuan seputar kentut telah diungkap. Tapi tidak sedikit pula teka teki tentang gas perut ini yang masih belum mampu disingkap ilmuwan.
Sejak dirintisnya ilmu kentut (flatologi) beberapa puluh tahun lalu hingga sekarang, yakni tahun 2009 ini, seluk beluk gas usus memang belum semua terpecahkan. Inilah yang diakui oleh peneliti asal Italia, M. Montalto dan rekan-rekannya baru-baru ini. Dalam salah satu karya ilmiah teranyar mereka seputar gas usus di jurnal ilmiah Alimentary Pharmacology & Therapeutics (Mei 2009) mereka menegaskan di awal tulisannya:
“Beragam proses rumit yang diatur secara cermat terlibat dalam metabolisme gas usus, dan, kini pengetahuan menyeluruh tentang mekanisme-mekanisme ini masih kurang.”
Pernyataan itu diulangi kembali sebagai kesimpulan karya ilmiah mereka:
“Sebagai kesimpulan, metabolisme gas usus merupakan sebuah tahapan rumit dan sangat menarik dari fisiologi usus dan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami lebih baik mekanismenya dan kaitan sesungguhnya dengan gejala-gejala gangguan kesehatan ‘yang berhubungan dengan gas’.”
Ilmu kentut mahaluas
Demikianlah, bagi mereka yang tidak berpikir mendalam dan serius, kentut memang tampak sebagai sekedar gas bau yang terkadang keluar dengan suara yang memicu canda dan tawa. Namun bagi ilmuwan, penelitian tentang gas perut ini memunculkan pengetahuan berharga dan teknologi yang bermanfaat bagi manusia. Karena memang Allah menciptakan kentut bukan dengan main-main dan bukan untuk dijadikan barang cemoohan.
Kentut adalah salah satu bukti kesempurnaan dan kebesaran Allah dalam mencipta. Beragam ilmu pengetahuan mengagumkan serta manfaat luar biasa dari keberadaan gas perut ini akan didapatkan oleh mereka yang bersungguh-sungguh meneliti ciptaan Allah yang satu ini. Mereka yang selalu menertawakan atau menjadikan kentut sebagai bahan olok-olok semata tidak mendapatkan kebaikan apa pun dan tidak memberikan manfaat apa pun.
Ketidakmampuan manusia memahami seluruh ilmu pengetahuan seputar kentut ini telah diakui ilmuwan, sebagaimana disebut di atas, meski puluhan tahun telah dikerahkan untuk menelitinya. Ini adalah salah satu bukti keluasan Ilmu Allah yang tidak terbatas, yang tidak akan habis disingkap manusia. Dalam sebuah ayat, Allah memberikan perumpaman tentang ilmu (kalimat)-Nya yang Mahaluas sebagai berikut:
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. Luqman, 31:27) [cs/hidayatullah.com]
Sumber : hidayatullah.com




No comments