LGBT di Mata Putin, Hasanal Bolkiah, dan Jokowi
Gema Indonesia Raya - Juli 2013, Presiden Rusia Vladimir Putin baru saja mensahkan UU Anti-gay di Rusia. Salah satu isi UU tersebut berupa larangan untuk mempropagandakan homoseksualitas.
Sejak disusun, saat masih menjadi RUU, aturan ini sudah menuai protes. Disebut-sebut sebagai penghinaan, kebencian, dan diskriminasi terhadap kaum gay. Namun, segala macam protes dan keberatan diabaikan. Bahkan, sejak RUU ini dilayangkan ke parlemen, Presiden Putin tetap menyetujuinya.
“Kita harap negara lain tidak ikut campur dalam urusan negara kami yang menentang gay,” tegas Putin yang menanggapi kritik dari dari negara Barat dan kelompok-kelompok penegak hak asasi manusia (HAM), seperti dimuat News.com.au, 30 Juni 2013.
Dengan disahkan UU ini, Rusia mempertahankan budaya lama yang hanya melegalkan hubungan berbeda jenis. Pemerintah Rusia akan menindak tegas penyebaran informasi dan tindakan apapun yang berkaitan dengan gay, mengkriminalisasikannya.
Jika ada warga yang melanggarnya akan dikenakan denda $ 168.87 atau sekitar Rp 1,7 juta. Untuk pejabat negara yang melanggarnya, mereka akan diminta untuk membayar denda sebesar $ 6.250 atau sekitar Rp 62 juta.
Sementara, bagi para warga negara asing tidak akan dikenakan denda, tapi akan dipenjara selama 15 hari, lalu dideportasi. Untuk organisasi yang melanggar, akan didenda 1 juta rubel atau Rp 303 juta dan dilarang beraktivitas selama 90 hari. [kl]
—————————–
Lebih tegas dari Putin, Pemerintahan Brunei Darussalam telah menerapkan Hukuman Rajam bagi para kaum LGBT (lesbian/homoseksual/biseksual/transgender) di negara tersebut. Hukuman ini juga akan diberlakukan untuk pelaku zina di Negara yang telah dimulai pada tahun 2014. Brunei telah mengganti Hukum Pidana Negara dengan menerapkan Hukum Syariah itu.
Seperti diberitakan Huffington Post pekan lalu, Kesultanan Brunei telah merevisi hukum pidana Negara dan menggantinya dengan Hukum Syariah. Dalam hukum baru, eksekusi mati dengan rajam akan diterapkan untuk para pelaku zina, hubungan di luar nikah, perkosaan, dan sodomi yang biasa dilakukan kaum gay.
Hukuman mati juga akan diberikan atas dakwaan penistaan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits, mengaku Nabi, dan pembunuhan. Revisi undang-undang ini telah diberlakukan sejak Selasa 22 April 2014 lalu.
Keputusan pemerintahan Sultan Hassanal Bolkiah ini menuai kecaman dari Komisi Tinggi HAM PBB (UHCHR). Dalam pernyataannya, Komisaris UHCHR Rupert Colville mengatakan bahwa hukuman mati untuk berbagai tindakan yang disebut adalah pelanggaran Hukum Internasional.
“Kami mendesak pemerintah menunda penerapan revisi hukum tersebut dan melakukan peninjauan yang komprehensif untuk memastikan kesesuaiannya dengan standar hak asasi manusia internasional,” kata Colville.
Protes juga telah disampaikan oleh kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual), Gill Action, dengan membatalkan acara konvensi yang rencananya akan digelar di Beverly Hills Hotel, Amerika Serikat, 1-4 Mei mendatang. Hotel tersebut adalah milik Dorchester Group yang dikendalikan oleh Sultan Hassanal Bolkiah.
Walaupun menerapkan hukuman mati dalam undang-undangnya, namun eksekusi tidak pernah dilaksanakan di Brunei sejak tahun 1957. UHCHR mendesak Kesultanan Brunei melakukan moratorium formal eksekusi mati dan menghentikannya.
Khusus Umat Islam
Penerapan Hukum Syariah diumumkan Sultan Bolkiah tahun 2014 lalu. Hukuman ini hanya akan diberlakukan untuk umat Islam di Negara tersebut, yang jumlahnya sepertiga dari populasi keseluruhan 420.000 orang.
“Ini karena kami butuh pada Allah yang Maha Kuasa, dengan segala Kemurahan-Nya, telah menciptakan hukum untuk kita, sehingga bisa menegakkan keadilan,” kata Bolkiah saat itu.
Selain rajam, pidana Syariah memuat hukuman potong tangan bagi pencuri. Namun untuk menerapkan hukum ini tidak semudah yang dibayangkan, ada aturan yang ketat.
Potong tangan hanya akan dijatuhkan bagi barang curian mencapai senilai atau lebih dari seperempat dinar (4,25 gram emas). Kurang dari itu adalah penjara. Sementara hukum rajam hanya diberlakukan untuk pezina yang telah menikah, dengan dihadirkan empat orang saksi laki-laki yang melihat perzinahan itu dengan gamblang.
Sementara itu, yang belum menikah akan dihukum cambuk 100 kali. Hukuman cambuk juga diberikan bagi pengonsumsi khamr atau minuman keras.[]
——————————————–
Di Indonesia di bawah Jokowi, atas nama HAM, LGBT mendapatkan angin dan perlindungan.
Tak ada diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia, dan jika ada yang terancam karena seksualitasnya, polisi harus bertindak melindungi mereka, kata President Joko Widodo kepada BBC dalam wawancara eksklusif di Solo.
Ia mengatakan bahwa Indonesia menghormati hak asasi manusia namun ada ‘norma sosial’ yang juga masih sangat kuat.
“Di Indonesia tidak ada diskriminasi untuk minoritas, baik yang terkait dengan etnis, dengan agama semuanya akan diberikan perlindungan, tapi Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia yang mempunyai norma-norma agama, itulah yang harus orang ingat, dan orang harus tahu mengenai itu, bahwa kita mempunyai norma-norma,” katanya.
Tatkala ditanyakan apakah homoseksualitas akan dipidanakan di indonesia seperti yang sekarang sedang diusahakan oleh beberapa kalangan di Mahkamah Konstitusi, ia menegaskan tidak perlu melakukan perubahan terhadap hukum yang ada terkait itu. Dan jika ada kalangan minoritas yang terancam, katanya, polisi harus melindungi.
“Polisi harus bertindak. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapa pun,” tandasnya lagi. [eramuslim]
No comments