Hidupi Adik Kandung, Remaja di Karanganyar Sekolah Sambil Jualan Cilok
Gema Indonesia Raya - Patut dicontoh, di era milenial seperti ini masih ada seorang remaja yang mau dan tak malu bekerja untuk bertahan hidup dan sekolahnya. Adalah Ayu Riski Susilowati, siswi kelas XII jurusan Akutansi SMK Bhakti Karya, Karanganyar yang setiap hari berjualan cilok, disela kegiatan sekolah dan belajar di rumah.
Ayu atau Ida, demikian dia biasa disapa, adalah warga Dukuh Kebonagung RT 06 RW 06, Desa Suruh, Kecamatan Tasikmadu, Karanganyar. Sudah setahun ini rela berjualan cilok, setelah ditinggal ibunya Tumiyati (52) yang bekerja di Bekasi. Sedangkan ayahnya Sukirno meninggal dua tahun lalu.
Kepada wartawan, Ayu mengaku tinggal di rumah orang tuanya itu bersama adik kandungnya, Sudrajat Ariayat Moko Saputra, yang juga masih duduk di bangku sekolah. Ayu terpaksa harus bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membayar sekolah. Karena uang dari ibunya tak mencukupi.
Berjualan cilok, akhirnya menjadi pilihan Ayu untuk menghasilkan rupiah. Ia pun harus pintar membagi waktu agar sekolahnya juga berjalan lancar. Jualan cilok ia lakukan pada pagi hari sebelum kegiatan sekolah dimulai. Jika dagangannya belum habis, ia akan menjualnya lagi saat pulang sekolah.
Untuk bisa berjualan cilok, Ayu harus memasaknya sendiri dengan bumbu yang juga ia racik sendiri. Usai pulang sekolah ia tidak lupa mampir ke pasar untuk membeli bahan dan kelengkapan lainnya.
“Belanjanya kalau pulang sekolah, saya beli bahan-bahan untuk membuat cilok. Beli terigu, tepung kanji, wortel, bayam, telur dan kacang,” ujar Ayu saat ditemui di sekolahnya, Selasa (23/10).
Untuk memasak cilok, Ayu membagi waktu seusai belajar malam. Seluruh kegiatan Ayu bahkan sudah terjadwal di telepon genggam miliknya. Pukul 20.30 ia mulai belajar, selepas itu ia mulai mempersiapkan bumbu dan bahan perlengkap lainnya. Setelah tidur sejenak, Ayu kemudian bangun pukul 02.30 untuk memasak bahan yang telah disiapkan.
“Saya bangun jam 2.30 untuk meracik adonan dan bumbu-bumbu, kemudian memasak hingga matang. Pagi sudah matang,” jelasnya.
Ayu mengaku tak menemui kesulitan meski harus membagi waktu dan mengerjakannya sendiri. Gadis dengan 9 saudara itu mengaku sudah terbiasa dengan rutinitas tersebut.
“Sudah biasa, sudah setahun ini, sejak saya kelas XI. Kalau merebus cilok, saya tinggal untuk siap-siap ke sekolah. Kalau semua sudah siap, tinggal membawanya ke sekolah,” jelasnya lagi.
Untuk bisa membawa barang dagangannya, ia menyiapkan sebuah dandang kecil. Selanjutnya dandang berisi cilok racikannya dimasukkan ke dua kotak yang di pasang di kursi pembonceng di sepeda.
“Saya berangkat ke sekolah lebih awal pukul 06.15, biar bisa jualan dan tidak terlambat saat masuk sekolah. Jaraknya cukup jauh, lebih dari 3 kilometer,” ucapnya.
Dengan menaiki sepeda, Ayu tak lupa mengenakan caping penutup kepala peninggalan neneknya. Ia pun berangkat ke sekolah sembari menjajakan makanan olahannya sendiri. Tak harus malu, Ayu mengatakan, yang penting halal dan bisa membantu orang tua.
Ayu merupakan anak ketujuh dari 10 bersaudara. Beberapa kakaknya sudah menikah dan tinggal di rumah sendiri. (kl/merdeka)
No comments