Proyek Infrastruktur Tak Nyerap Tenaga Kerja Lokal
Proyek Infrastruktur Tak Nyerap Tenaga Kerja Lokal
Gema Indonesia Raya - Jorjoran publikasi pembangunan infrastruktur pemerintahan Jokowi, ternyata tidak berkorelasi positif dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia. Pembangunan proyek infrastruktur yang digeber itu, tak membuat masyarakat Indonesia makan dan memperoleh pekerjaan.
Hal itu disampaikan Pemerhati Infrastruktur Publik, Suhendra Ratu Prawiranegara, di Jakarta. Menurutnya, terjadi situasi paradoks infratruktur, manufaktur dan lapangan kerja di Indonesia.
Memang, sampai kini, sektor infrastruktur merupakan sektor unggulan Pemerintahan. Sejak 2014, anggaran infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) naik dari tahun ke tahun. Hal ini karena Pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan, bertumpu pada sektor infrastruktur.
"Berbasis prinsip money follows program, maka sektor infrastruktur menjadi sektor prioritas pemerintah saat ini," ujarnya.
Suhendra memaparkan, berdasarkan data dan rilis Ditjen Anggaran Kemenkeu, Realisasi Belanja Pemerintah tahun 2017 berkisar Rp. 1.998,5 triliun, tercatat tumbuh year on year (YoY) sebesar 7,2 persen. Sedang belanja infrastruktur, juga mengalami realisasi pertumbuhan (lonjakan) pada periode yang sama di tahun sebelumnya.
Berdasarkan data itu, belanja infrastruktur total tumbuh 44,93 persen YoY selama 2017. Seiring pertumbuhan belanja infrastruktur pemerintah, implikasi positifnya adalah, tumbuhnya sektor konstruksi pada kisaran angka 7 persen.
"Namun pertumbuhan belanja infrastruktur tidak serta merta berdampak positif dari perspektif ekonomi domestik. Ini dapat terlihat pada cakupan penyerapan tenaga kerja. Justru terjadi tren penurunan serapan tenaga kerja pada sektor infrastruktur (konstruksi)," tuturnya.
Pada Agustus 2017, sektor konstruksi berkontribusi pada kisaran 6,73 persen dalam penyerapan lapangan kerja, lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya sebesar 6,74 persen. Bahkan, lanjut Suhendra, menurut keterangan dan sumber lembaga kajian Institute for Development Economics and Finance (INDEF) 2016, terjadi pengurangan penyerapan tenaga kerja berkisar 230 ribu pekerja sektor infrastruktur (konstruksi).
Hal ini menjadikan paradoks sektor infrastruktur, di mana pada satu sisi butuh pembiayaan atau pendanaan yang besar nilainya. Tentu dalam hal ini, akan berimplikasi meningkatnya rasio hutang pemerintah dan BUMN konstruksi.
Namun pada perspektif lain, ternyata sektor infrastruktur belum jadi andalan dan sektor yang 'urgen' dalam menyediakan lapangan pekerjaan guna menyerap tenaga kerja dan jasa konstruksi nasional.
Suhendra menerangkan, sektor industri pada kurun 2017, berkontribusi cukup signifikan atas penyerapan tenaga kerja berkisar pada angka 1,5 juta pekerja. Sektor industri juga berkontribusi yang positif (tinggi) terhadap struktur besaran Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Pertumbuhan sektor industri tersebut mencakup beberapa subsektor industri logam dasar, berkisar pada angka 10,6 persen, industri alat angkutan berkisar pada 5,6 persen, berturut-turut subsektor industri makanan dan minuman pada kisaran 9,49 persen, industri mesin dan perlengkapan 6,45 persen, subsektor kimia dan farmasi tumbuh di atas 8 persen (Sumber: Paparan Menteri Perindustrian dalam Seminar Nasional Outlook Industri 2018).
Realitasnya, ternyata pertumbuhan sektor industri akan linier dan berkorelasi terhadap penyediaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, dibandingkan sektor infrastruktur (konstruksi). Suhendra menyampaikan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sejak akhir 2015 lalu memprogramkan pembangunan konstruksi Jembatan Pulau Balang di Kalimantan Timur.
"Ide besar atas program ini adalah, menciptakan konektifitas antar wilayah. Khususnya Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser. Juga sebagai program penyediaan lapangan kerja," tuturnya.
Adapun besaran anggarannya berkisar pada angka Rp 1,3 triliun rupiah, yang dibiayai APBN dan skema pembiayaan bersumber pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Jembatan Pulau Balang ini direncanakan selesai pengerjaan konstruksinya di tahun 2019.
Suhendra, melihat fenomena dan realitas di lapangan, target tersebut akan meleset. Biangnya, kompleksitas masalah pembebasan lahan. "Akan lebih bermanfaat, efektif dan efisien, jika anggaran sebesar Rp 1,3 triliun tersebut digunakan membangun manufaktur. atau industri yang justru akan membuat multi-efek pertumbuhan ekonomi domestik dan penyerapan tenaga kerja." *** [RMOL}
No comments