Header Ads

  • Breaking News

    Habisnya Bahan Bakar Bocornya Tangki Pencitraan, Mau Apalagi?

    Habisnya Bahan Bakar Bocornya Tangki Pencitraan, Mau Apalagi?


    Gema Indonesia Raya - Pencitraan, sebuah kata yang mulai dikenal santer semenjak 5 tahun terakhir. Ya, dalam tulisan saya lainnya yang berjudul “Media, Politik Pencitraan, Dan Menggerus Nalar Bangsa”, ada sepenggal kalimat yang mengungkapkan definisi pencitraan secara sederhana.

    “Tentu saja kata pencitraan diseret untuk banyak kepentingan. Kata itu tidak lagi sebagai alat ungkap rasa dan keindahan, tetapi dimaknai sebagai laku kepura-puraan. Ketakbiasaan muncul saat-saat dibutuhkan, kebaikan hanya penutup kemurkaan, atau raut keindahan hanya manis di permukaan. Intinya tidak ada jiwa yang dijiwai, tak ada manis yang abadi, tak ada rupa yang mendasari. Semua polesan itu sebentar saja akan sirna. Hilang bersama waktu dan kekalahan.”

    Polesan media sudah tampak over dosis. Media menjadi mesin poles nomor wahid yang menerobos kaidah-kaidah jurnalistik, berubah menjadi jurnalipstik.

    Saya juga pernah menuliskan tentang alat poles bernama media ini, dengan judul “Kosmetik Itu Bernama Gurita Media, Lipstiknya Bernama Pemuja”. Ya, Saat ini media seperti menjadi monster propaganda, menghantam “Limbic System” yang dimiliki manusia. “Limbic System” yang berhubungan dengan emosi atau perasaan begitu mudah dipengaruhi oleh keadaan sekitar, entah itu disadari atau tidak disadari. Disinilah peran media sebagai alat propaganda.

    ………

    Dari sedikit uraian di atas, tentu kita bisa membayangkan media menjadi mesin pencitraan dan amunisi elektabilitas. Empat tahun sihir media menyelimuti atmosfir Indonesia. Bahkan bisa dikatakan lebih dari lima tahun, karena narasi gorong-gorong, tukang tambal ban, kemeja, pengayuh becak, pinggir kali, sederhana dan merakyat sudah diproduksi saat pilkada tahun 2012 lalu.

    Berbicara sederhana, bukan sebatas sendal jepit, kaos, sepeda, tetapi jika kebijakan kontra dengan arti sederhana, sementara harga-harga kebutuhan pokok tidak sesedarhana itu.

    Lucu sekali.

    Sederhana yang didengungkan ternyata tidak sesederhana utang negara yang begitu meningkat signifikan, nilai tukar kita jadi sederhana di mata dollar dan jadi luar biasa bagi rakyatnya.

    Yah, saat itu media memoles 24 jam tentang simbol-simbol kerakyatan, sederhana, pro rakyat, bahkan kepalang tanggung narasi sawah dan pro petani luar biasa framingnya.

    Faktanya,

    Pencitraan di sawah yang katanya pro petani, namun keran impor, dari jagung, pacul, kedelai, daging kerbau, daging sapi, cabai, hingga beras, gula, garam juga impor. Ini jelas kontra dengan lipstik yang disodorkan media.

    “Saya tertipu”, pikir mereka yang menyesal karena termakan propaganda media dengan teknik Glittering Generality, yaitu penyampaian pesan yang memiliki implikasi bahwa sebuah pernyataan atau produk diinginkan oleh banyak orang atau mempunyai dukungan luas. Sebagai contoh narasi sendal jepit, bagi-bagi sepeda, sederhana, cintai petani. Namun fakta yang ditutupi kemudian bertabrakan dengan narasi sepeda motor build up, makan siang, keran impor, hutang yang meroket.

    dan kisah mobil legendaris versi stealth, teknologi canggih yang tak kasat mata, diproduksi massal tapi satupun tak kelihatan di jalan. Luar biasa.

    Kini apa yang tersisa?

    Infrastruktur? Klaim sana sini dengan segala lipstik pemuja, merasa paling berjasa selama 3 tahun berkuasa. Padahal itu semua adalah proyek berkesinambungan. Semua pemimpin akan lanjutkan pekerjaan negara. Tidak asal klaim apalagi meniadakan jasa pemimpin sebelumnya.

    Utang negara bertambah, sebelumnya berjanji tidak utang luar negeri. Ekonomi stagnan hanya kisaran 5%, padahal janji dengan ringan bicara 7%. Janji untuk persulit investasi asing, nyatanya asing dengan mudah investasi sekaligus memboyong pekerja kasarnya.

    Berbagai jurus, mulai dari seakan pro ulama, shalih di depan kamera, namun lingkarannya tidak tegas menegakkan hukum kepada para penista agama.

    Apalagi yang akan digunakan sebagai bahan bakar citra? Dana desa yang hadir dipenghujung masa jabatan, dan kekuasaan dijadikan senjata untuk menyandera, janji membereskan kasus pelanggaran HAM berat saja NOL besar, kisah Novel Baswedan saja yang masih kemarin sore total hanya wacana-wacana.

    Kondisi cadangan devisa juga semakin tergerus akan nilai tukar yang konon bisa mencapai 10.000, faktanya meroket nyaris 15.000. Neraca perdagangan mengalami defisit, impor kian deras dan estimasi crude juga meleset hingga tumbal cadangan devisa.

    Sejumlah BUMN mengalami problem keuangan, inilah yang dinamakan pencitraan yang gagal dan kehabisan bahan bakar.

    Kemungkinan kekuasaan menjadi jalan keluar, intrik dan politik memanfaatkan fasilitas negara, mulai dari jamuan di istana yang membicarakan koalisi, politik sandera dengan marketing kasus seperti KPK, dan narasi stigma yang diteriakan para pendukungnya yang suka menunjuk sesama anak bangsa dengan tuduhan radikal, anti bhineka, dan intoleran. Ini jelas basi.

    Mungkin akan panjang sekali jika kita bahas gurita media dan lips service para pemuja sosok. Cukup gunakan nalar, perbanyak literasi dan informasi untuk menghindari diri dari individu-individu yang “membebek” menjilat tanpa melihat substansi dan fakta yang terjadi.

    Ya, pencitraan yang berbanding terbalik dengan fakta. Tangki yang berupa kekuasaan itu awalnya penuh dengan bahan bakar. Namun mereka sendiri yang melubanginya dengan segala tindak tanduk yang kontra dengan pencitraan, apalagi janji. Semua kepalsuan terjawab, mulai kooptasi aktivis 98, membuat tiruan ulama pendukung, membuat klaim santri, hingga gerakan 212 yang dicopy paste sedemikian rupa.

    Bocor tangki itu, tetapi semoga ada sedikit tersisa bahan bakar. Untuk mengantarkannya pulang ke tempat dari mana dia berasal.

    Sebuah penutup dari Warren Elis, “If you believe that your thoughts originate inside your brain, do you also believe that television shows are made inside your television set?”

    Sumber ; Paradok

    No comments

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    http://reactips.hol.es/pernak-pernik/1-pilihan-ava-media-sosial-untuk-pendukung/